Menempuh jarak yang cukup jauh, selain rasa lelah tak bisa ditepis, rasa lapar merayap di perut. Apalagi tiba di kota tujuan dini hari, pastilah segera mencari warung, setidaknya minum hangat dan juga, tentu saja makan. Seperti apa yang dialami ‘Kuliner Tembi’, Jum’at (15/6) pagi, pukul 02.00 dini hari tiba di terminal bus Purubaya, atau yang dikenal dengan sebutan ‘Bungurasih’, Surabaya.
Lelah dan lapar menyergap dan pilihannya mencari warung. Rupanya, pada pagi dini hari itu masih ada warung yang buka, apalagi pertandingan sepak bola belum usai, sehingga warung yang menyediakan televisi tidak sepi, karena pengunjung makan sambil melihat sepak bola.
Tak banyak warung yang bisa dipilih pada dini hari itu, tetapi menurut seorang teman dari Surabaya, yang pagi dini hari tersebut menyempatkan diri untuk menjemput ‘Kuliner Tembi’ membawa ke warung bebek goreng, yang cukup enak. Meski di tempat lain lagi , kata kawan tersebut, ada yang lebih enak, tetapi tak sampai larut malam biasanya sudah habis.
Rupanya, warung bebek goreng dibanyak daerah, setidaknya di Jawa, mudah ditemukan. Di Yogya, ada banyak warung tenda yang menyediakan bebek goreng, meski ada satu yang dikenal dan memiliki beberapa tempat di Yogya.
Pagi dini, pada Jum’at selepas dari terminal bus, ‘Kuliner Tembi’ bersama dengan beberapa teman, akhirnya berhenti di warung bebek goreng, yang tertulis di papan nama berbunyi “Depot H.Wachid Hasyim’. Warung ini ada di jalan Jemur Sari 17, Surabaya. Di warung ini, ‘Kuliner Tembi’ memilih bebek goreng dan teh panas. Selain bebek, tersedia pula ayam goreng.
Mungkin karena lapar, bebek gorengnya terasa enak. Atau setidaknya, bebek goreng di warung ini, memang sebenarnya enak. Pada dini hari masih buka menunggu pelanggannya mampir. Satu piring nasi, bebek goreng dilengkapi sambal dan bumbu dari bebek rebus sebelum di goreng. Bumbu bebek berwarna kuning terasa sangat gurih, sehingga menikmati bebek goreng di Surabaya, sekaligus merasakan tiga rasa: gurih, pedas dan manis pada bebek gorengnya, karena sebelum digoreng, bebeknya dimasak bacem dulu, dan orang Jawa tahu, masakan yang dibacem, rasa manis sangatdominan.
Orang juga tahu, lebih-lebih orang Surabaya, sambalnya pedasnya terasa menggigit. Mengambil sedikit saja sambal Surabaya, atau setidaknya sambal Jawa timuran, rasa pedas segera merayap di lidah dan bibir. ‘Kuliner Tembi’ diantara kantuk, lelah dan lapar, bisa kembali seperti memiliki tenaga, bukan yang utama karena kenyang, melainkan sambalnya yang pedas, seolah membangkitkan tenaga.
Di Surabaya, warung bebek goreng mudah sekali ditemukan. Bahkan pada lokasi yang sama, secara berderet warung bebek goreng siap melayani pelanggan. Belum lagi di tempat-tempat yang lain, termasuk warung bebek yang masuk kampung.
Meski di Yogya terdapat banyak warung bebek goreng, tetapi ada yang beda dengan warung bebek di Surabaya. Dari segi sambalnya sudah beda. Sambal di Yogya ada unsur manisnya.
Bersumber dari : Tembi Rumah Budaya
Meski di Yogya terdapat banyak warung bebek goreng, tetapi ada yang beda dengan warung bebek di Surabaya. Dari segi sambalnya sudah beda. Sambal di Yogya ada unsur manisnya.
Bersumber dari : Tembi Rumah Budaya